Bertahun Hidup dalam Kekurangan, Guru Ngaji di Lebak Tak Pernah Tersentuh Bansos

Bertahun Hidup dalam Kekurangan, Guru Ngaji di Lebak Tak Pernah Tersentuh Bansos

Di balik semarak program bantuan sosial pemerintah, masih ada wajah-wajah yang terabaikan

Barometer Banten – Di balik semarak program bantuan sosial pemerintah, masih ada wajah-wajah yang terabaikan. Salah satunya adalah Ahmad, seorang guru mengaji sederhana yang tinggal di Kampung Padasuka, Desa Kerta, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten. Pria yang menjadi tulang punggung keluarga kecil dengan dua anak ini mengaku, selama bertahun-tahun hidup dalam kemiskinan ekstrem, ia dan keluarganya belum pernah tersentuh bantuan sosial pemerintah.

Kami belum pernah terima bantuan apapun. Padahal orang lain di kampung ini ada yang menerima, meskipun hidupnya lebih layak dari kami,” ucap Ahmad dengan nada lirih, Minggu (8/6/2025), saat ditemui di rumahnya yang berdinding bilik dan beratap bocor.

Ahmad bukanlah pengangguran. Ia setiap hari mengajar mengaji anak-anak kampung dengan upah seikhlasnya. Namun, penghasilannya nyaris tak cukup untuk memenuhi kebutuhan harian, apalagi biaya pendidikan kedua anaknya yang kini bersiap masuk sekolah di tahun ajaran baru.

Yang membuat hatinya semakin perih, bukan hanya karena bantuan tak kunjung datang, tetapi juga karena tak pernah ada petugas pemerintah yang datang menyurvei rumahnya. Ahmad merasa seperti hidup di luar radar negara.

Rumah kami belum pernah disurvei. Tidak ada pendamping PKH yang datang ke sini. Kami seperti tak dianggap ada,” ungkapnya.

Ironisnya, menurut keterangan warga sekitar, justru beberapa keluarga yang secara kasat mata hidup lebih layak masuk dalam daftar penerima manfaat. Sementara Ahmad dan banyak keluarga senasib lain hanya bisa berharap dan menunggu.

Ahmad mengaku sudah beberapa kali mengajukan bantuan, termasuk perbaikan rumah yang nyaris roboh. Namun hingga kini, semua tinggal janji.

Yang kami butuhkan bukan belas kasihan, tapi keadilan. Kami hanya ingin kesempatan yang sama untuk hidup lebih layak, terutama agar anak-anak bisa sekolah tanpa harus terbebani biaya,” harapnya, menatap kedua buah hatinya yang duduk diam di sudut rumah.

Kisah Ahmad adalah potret nyata dari celah besar dalam sistem distribusi bantuan sosial di Indonesia. Pemerintah pusat dan daerah diminta untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh agar tak ada lagi warga miskin ekstrem yang luput dari perhatian.

Program seperti PKH, BPNT, dan BSU harus benar-benar sampai ke tangan mereka yang paling membutuhkan, bukan hanya sekadar angka di atas kertas atau nama dalam daftar formalitas.

Keluarga Ahmad adalah satu dari sekian banyak suara sunyi yang menanti keadilan sosial tak hanya dijanjikan—tetapi diwujudkan. (Febry)